Rabu, 18 Januari 2012

Kerajaan Islam Banten

Para peziarah mulai ramai berdatangan di Masjid Agung Banten setelah terhenti selama Ramadhan. Ratusan pedagang telah membuka kiosnya kembali, setelah aktivitasnya terhenti sebulan lebih. Mereka dari pagi hingga malam, berjajar sepanjang 100 meter hingga ke pelataran masjid agung yang dibangun Maulana Hasanuddin, sultan Banten pertama sekitar lima abad lalu.

Memasuki bagian depan masjid bersejarah ini, yang memiliki menara setinggi 30 meter, pengunjung terlebih dulu melewati Istana Sorosowan yang kini hanya tinggal puing-puing. Bahkan, para peziarah umumnya tidak memperhatikan keberadaan bekas istana, yang di abad ke-16, ke-17, dan ke-18 pernah menjadi pusat kegiatan Kerajaan Islam Banten. Istana ini dihancurluluhkan Gubernur Jenderal Marsekal Willem Herman Daendels pada pada 12 Nopember 1808. Alasannya, karena berang terhadap sultan yang tidak mau mengerahkan rakyatnya menjadi korban pekerja rodi untuk membangun jalan pertahanan di Ujung Kulon, yang kala itu masih berawa-rawa. Sejak saat itu selama hampir 200 tahun, istana yang megah dan pernah menjadi kediaman 21 sultan Banten dibiarkan merana.

Belanda sendiri, yang selalu direpotkan para pejuang Islam Banten yang tidak henti-hentinya melakukan perlawanan, sejak lama berniat menghancurkannya. Gubernur jenderal Ryklop van Coan, dalam suratnya kepada pemerintah Belanda 31 Januari 1679, menyatakan : Yang amat perlu untuk pembinaan negeri kita adalah penghancuran dan penghapusan Banten. Banten harus ditaklukkan, bahkan dihancurleburkan, atau Kompeni yang lenyap.

Kini, rakyat Banten yang sudah setahun berprovinsi, merasa mempunyai wkatu paling tepat untuk menghidupkan kembali kemegahan Istana Sorosowan, meski hanya berupa replikanya. Gambarnya selam aini tersimpan di Belanda. Upaya ini sekaligus ditujukan untuk menjadikan kota Banten Lama sebagai Pusat Kebudayaan Banten. Dengan begitu, rakyat di provinsi paling barat Pulau Jawa ini akan memiliki kembali kebanggaan sejarahnya yang gemilang.

Untuk mewujudkan cita-cita ini, menurut Tubagus Ismetullah Al Abas, dari Keluarga Besar Kesultanan Banten dan keturunan ke-12 Maulana Hasanuddin, para tokoh dan budayawan Banten akan bertemu akhir bulan Syawal ini. Pertemuan silaturahmi yang akan diikuti tokoh Banten dari berbagai tempat di Tanah Air, akan diadakan di Pendopo Masjid Agung. Sekaligus sebagai khaul ke-431 Sultan Maulana Hasanuddin, yang dimakamkan di dalam kompleks masjid. Diharapkan sekitar 50 alim-ulama dan 500 santri juga akan hadir.

Berdirinya Kerajaan Islam Banten di mulai ketika Syarif Hidayatullah beserta 98 orang muridnya dari Cirebon berusaha mengislamkan Banten. Mengikuti jejak Nabi Muhammad saw, dengan akhlak mulia, penuh kesabaran dan ketekunan, dalam dakwahnya ia mendapatkan banyak pengikut. Di antaranya adalah bupati Banten dan hampir seluruh rakyatnya. Bahkan, bupati mengawinkan putrinya dengan Syarif Hidayatullah. Dan, lahirlah Maulana Hasanuddin, yang kemudian menjadi sultan Banten pertama, setelah ayahnya diangkat sebagai Temanggung di Cirebon.

Maulana Hasanuddin pun meneruskan usaha ayahnya menyebarkan Islam. Berkat kelembutan hatinya, berbondong-bondonglah orang yang masuk Islam. Menurut sejarawan Inggris, Arnold Toynbee, di antara para mualaf terdapat 800 orang petapa dan resi. Sehingga di Banten kala itu telah terbentuk masyarakat Islami. Hasanuddin mendirikan kota Banten dan istana Sorosowan pada 8 Oktober 1526, bertepatan 1 Muharam 933 H.

Sebagaimana layaknya sebuah kota Islam, Banten Lama juga memiliki beberapa ciri seperti kota-kota Islam yang sezaman di bagian dunia. Di tengah kota terdapat alun-alun, yang digunakan bukan saja untuk kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat, tetapi juga sebagai pasar di pagi hari. Istana Sorosowan terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat sebuah bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut srimanganti, yang digunakan sebagai tempat bertatap muka raja dengan rakyat. Sedangkan di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah masjid agung. Di masjid inilah para sultan menjadi iman, sekaligus khatib pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Penduduk Banten pada masa Maulana Hasanuddin, menurut sejarawan Prof Djajaningrat diperkirakan 70 ribu jiwa. Hal ini menunjukkan betapa padatnya kota ini. Sedangkan, menurut Cornelis de Houtman, ekspeditor pertama Belanda yang datang di Banten (1598), kota ini besarnya hampir sama dengan Amsterdam.

Karena kebesarannya di masa lalu itulah, mensurut Tb Ismetullah melalui pertemuan akhir Syawal ini akan dicetuskan membangun kembali Pusat Kebudayaan Banten, dengan istananya. “Banten tidak perlu ditenggelamkan. Karena kalau tidak ada perhatian terhadap Banten, maka sama saja dengan pemerintah kolonial Belanda,” ujar sesepuh Keluarga Besar Kesultanan Banten itu.


Sumber : alwishahab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar