Selasa, 23 November 2010

Penduduk lereng merapi memilih tetap bertahan??Kenapa?? coba kita ungkap yukss....





Ada yang menarik dari pemberitaan beberapa minggu ini tentang bencana letusan gunung merapi di Yogyakarta. hal yang sangat menarik itu adalah penduduk lereng gunung merapi tetap memilih bertahan dan melanjutkan kehidupan disana. kenapa??? pertanyaan ini muncul dibenak saya ketika melihat pemberitaan tentang adanya relokasi penduduk lereng merapi..., namun penduduk menolak adanya relokasi tempat tinggal. kenapa?? kita coba ungkap yuks...

Setelah melihat pemberitaan di media cetak maupun elektronik dan searching di internet, saya mendapatkan beberapa alasan mengapa penduduk tetap bertahan dan ingin tetap melanjutkan kehidupan disana setelah bencana letusan gunung merapi walaupun penduduk mengetahui resiko yang mengancam dan membayang-bayangi kehidupan mereka yaitu letusan merapi yang tidak terduga. Hal ini yang membuat saya semakin ingin mengetahui apa yang membuat penduduk lereng merapi tetap ingin tinggal disana.

Kita ulas yuks.....alasan penduduk lereng merapi tetap bertahan disana dan enggan mengungsi. Nah... berikut ini beberapa alasan yang saya peroleh dari berbagai media informasi mengapa penduduk lereng merapi tetap bertahan disana yaitu :

· Limpahan berkah di balik letusan gunung merapi

Kita mengetahui bahwa letusan gunung merapi yang terjadi beberapa minggu yang lalu merupakan bencana bagi Bangsa Indonesia terutama bagi pendukuk lereng merapi dan berbagai kota di sekitarnya, dimana letusan gunung merapi ini telah menelan puluhan korban jiwa, ratusan korban luka-luka, kerugian materi dan trauma psikologis bagi warga yang menjadi korban.

Namun disisi lain beberapa waktu kedepan setelah letusan gunung merapi banyak linpahan berkah yang di peroleh penduduk sekitar lereng merapi yaitu meningkatnya hasil pertambangan disana dan lahan pertanian yang subur, ini merupakan salah satu alasan mengapa penduduk disana tetap bertahan untuk melanjutkan kehidupan disana pasca letusan gunung merapi dan menolak relokasi tempat tinggal karena perekonomian warga sekitar lereng merapi bergantung pada hasil pertanian, perternakan dan pertambangan pasir.

· Masalah kepercayaan penduduk disana yang terkait dengan budaya

Ada sistem kepercayaan dan persepsi Jawa berbeda. Mau tidak mau harus diakui oleh orang Jawa meski sudah berpendidikan, (mereka) percaya adanya Nyi Roro Kidul. Kalau kita berbicara konsep strukturalisme, konsep itu ada dalam alam bawah sadar. Ini bagian dari sistem nilai, yang merupakan ilmu pengetahuan bagaimana beradaptasi dengan Merapi dan bagaimana dengan sesama. Di dalam sistem kepercayaan mereka, ada tempat angker yang tak boleh sembarangan memotong rumput atau menebang pohon.

Sebenarnya ini kearifan ekologi yang dibungkus dalam sistem kepercayaan. Dan saya menemukan bagaimana mereka meramalkan Merapi akan meletus. Mereka mempersonifikasikan Merapi sebagai keraton makhluk halus, termasuk Laut Selatan. Dan itu ada hubungan yang intens dengan Keraton Mataram, yang dibuktikan dengan (tradisi) labuhan. Mereka percaya bahwa kalau (Merapi) meletus, itu bukan kemarahan, tapi hanya membuang kotoran karena ada acara atau sedang membangun keraton. Bersih-bersih atau ada perkawinan antara Selatan dan Utara, maksudnya Laut Selatan dengan Gunung Merapi. Mereka bisa memprediksi Merapi setiap tahun sekali pasti buang kotoran. Mereka tidak pernah bilang batuk.

Ternyata dari sejarah vulkanologi, Merapi (meletus) setiap tahun sekali. Waktu pembentukan Merapi awal pernah istirahat 30 tahun. Tapi sekarang secara periodik setiap tahun dan setiap tahun wawu Jawa (satu windu) Merapi meletus. Ini juga sejalan dengan sejarah Merapi setiap tujuh setengah tahun meletus. Selain kepercayaan, ada istilah sakdumuk saknyari bumi, tak belo pati. Artinya, sejengkal tanah kalau ada yang menghaki (mengklaim) akan dia bela sampai mati. Prinsip itu juga yang di pegang penduduk lereng merapi. Mereka sudah lama turun-temurun beradaptasi di daerah berisiko. Risiko bagi kita, bagi mereka bukan risiko. Justru mereka merasa terancam kalau tinggal di kota lain.

Dua hal tersebut merupakan alasan bagi penduduk lereng merapi untuk tinggal dan melanjutkan kehidupan disana. Melihat alasan tersebut semestinya ada solusi untuk mengurangi resiko yang menimpa warga disana.., emm...ada beberapa antisipasi yang dapat diambil yaitu :

· Gunakan kearifan untuk membangun kehidupan dilereng merapi

· Relokasi penduduk di sekitar puncak Gunung Merapi yang dianggap tidak aman (sekitar 3-5Km dari puncak Merapi)

· Memperbaiki dan memperjelas tanda-tanda serta jalur evakuasi, serta juga menyiapkan assembly point (titik kumpul) yang layak.

· Mengamankan ekonomi penduduk lereng Merapi dengan menyiapkan area peternakan khusus.

Dan menurut saya yang terutama adalah keselarasan dan kearifan warga dalam menghadapi bencana yang terjadi dan berkah yang di dapat.

Gambar korban meninggal akibat tetep bertahan yang engan mengungsi