Kamis, 09 Desember 2010

Stratifikasi Sosial ( Pelapisan Sosial )

Stratifikasi sosial bisa dibilang lapisan sosial atau jenjang sosial, dalam tulisan saya saat ini, saya tertarik mengulas apa sih stratifikasi atau lapisan sosisl itu….?????

Setelah saya searching dan membaca-baca saya menemukan definisi yang dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin mengenai stratifikasi sosial, “ Stratifikasi Sosial adalah pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. Sedangkan menurut P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Atau sering kita denger dengan istilah jenjang sosial.

O….ya fren….ternyata ada dasar-dasar pembentukan stratifikasi sosial alias pelapisan sosial loh…di bawah ini dasar-dasar yang membentuk pelapisan sosial :

1. Ukuran Kekeyaan

Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.

2. Ukuran Kekuasaan atau Kewenangan

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran ini masih berkaitan erat dengan ukuran kekayaan, seseorang yang memiliki kekayaan biasanya dapat menguasai orang yang tidak kaya.

3. Ukuran Kehormatan

Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.

4. Ukuran Ilmu Pengetahuan

Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.

Nah…fren itu empat dasar pembentukan stratifikasi sosial atau pelapisan sosial. Selanjutnya dibawah ini jenis or macam-macam stratifikasi sosial dalam masyarakat yaitu :

1. Stratifikasi Sosial Tertutup

Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat / bangsawan darah biru.

2. Stratifikasi Sosial Terbuka

Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.

Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang tinggi.

Setelah kita tahu jenis-jenis stratifikasi sosial….sekarang kita ulas tentang jenis or macam-macam status sosial, dibawah ini jenis-jenis status sosial yaitu :

1. Ascribed Status

Ascribed status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan lain sebagainya.

2. Achieved Status

Achieved status adalah status sosial yang didapat sesorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu seperti harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.

3. Assigned Status

Assigned status adalah status sosial yang diperoleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contohnya seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.

Di Indonesia terdapat banyak stratifikasi dalam masayarakat misalnya stratifikasi masyarakat Jawa, Masyarakat Bali dll. Nah…tuk lebih jelas fren…ini ada contoh stratifikasi sosial masyarakat ternate pada masa kerajaan. LOOK THIS….

Adapun stratifikasi sosial masyarakat adat di Ternate terbagi atas :

1. Golongan JOU.

Yaitu Golongan Istana, yang terdiri dari Sultan dan keluarganya, sampai tiga turunan satu garis lurus langsung. Sebutan terhadap kedua golongan ini, misalnya ; Jou Kolano (Yang Mulia Sultan) dengan nama kebesaran ; Paduka Sri Sultan Said ul-Biladi Siraj ul-Mulki Amir ud-dini Maulana as-Sultan (……nama sultan……). Sedangkan sebutan untuk permaisuri Sultan : Jo-Boki, (singkatan dari kata Jou ma-Boki), Sebutan untuk anak putra Sultan : Kaicili Putra, dan Boki Putri (Putri Sultan).

2. Golongan DANO.

Yaitu Golongan Keluarga Cucu Sultan dan anak-anak yang dilahirkan dari putri sultan dengan orang dari luar lingkungan istana/masyarakat biasa, juga termasuk keturunan dari kakak maupun adik kandung sang Sultan.

3. Golongan BALA.

Golongan ini sering disebut dengan (Bala Kusu se-Kano-Kano), yaitu mereka yang berada di luar kedua golongan di atas, (rakyat biasa).

Untuk membedakan antara ketiga golongan tersebut, secara nyata dalam keseharian masyarakat adat di Ternate bisa dilihat dari penutup kepala yang digunakan pada pelaksanaan acara-acara adat baik seremonial maupun ritual. Dengan adanya Golongan Jou dan Dano, bukanlah berarti bahwa jabatan-jabatan tinggi dalam Struktur Dewan Adat baik dalam bidang urusan duniawi/sosial (Bobato Dunia) maupun urusan keagamaan (Bobato Akhirat) tertutup bagi golongan rakyat. Sebagai contoh; kepala adat dan rumah-tangga istana biasanya dijabat oleh golongan rakyat. Disamping pembagian struktur kehidupan sosial tersebut di atas, masih ada lagi pembagian kelompok kekerabatan besar yang membagi seluruh masyarakat Ternate atas 41 kelompok kekerabatan berdasarkan wilayah, yaitu :

1. SOA SIO, Yaitu komunitas atau kelompok kekerabatan besar yang terbagi lagi dalam beberapa Soa/Marga. Soa Sio terdiri dari 9 kelompok Soa/Marga yang berada di di wilayah pusat Kesultanan).

2. SANGAJI, Yaitu komunitas atau kelompok kekerabatan pada beberapa distrik di negeri seberang/di luar pulau Ternate.

3. HEKU, Yaitu komunitas atau kelompok kekerabatan masyarakat Ternate yang wilayahnya mulai dari Ake Santosa (sekarang Kelurahan Salero) ke arah utara hingga ke pulau Hiri termasuk Halmahera muka).

4. CIM, Yaitu kelompok kekerabatan atau komunitas masyarakat Ternate yang wilayahnya dari Ake Santosa ke salatan hingga mencapai batas desa Kalumata.


Namun demikian, Stratifikasi Sosial Tradisional Ternate masih tetap eksis di kalangan tertentu (khususnya masyarakat adat) yang hingga saat ini masih tetap setia dengan kebesaran dan kejayaan kesultanan Ternate pada masa lampau. Pembagian kelompok kekerabatan murni yang terdiri dari 41 kelompok kekerabatan seperti yang diuraikan penulis di atas, hingga saat ini masih dipertahankan oleh sebagian kalangan dan dalam bentuk kesatuan masyarakat (eksistensi nama sebuah Desa maupun nama Klan/Marga). Saat ini masih banyak yang menggunakannya nama marga di belakang nama orang.

Diatas merupakan contoh nyata stratifikasi sosial yang terdapat dalam masyarakat…

( Diolah dari berbagai sumber )

Selasa, 23 November 2010

Penduduk lereng merapi memilih tetap bertahan??Kenapa?? coba kita ungkap yukss....





Ada yang menarik dari pemberitaan beberapa minggu ini tentang bencana letusan gunung merapi di Yogyakarta. hal yang sangat menarik itu adalah penduduk lereng gunung merapi tetap memilih bertahan dan melanjutkan kehidupan disana. kenapa??? pertanyaan ini muncul dibenak saya ketika melihat pemberitaan tentang adanya relokasi penduduk lereng merapi..., namun penduduk menolak adanya relokasi tempat tinggal. kenapa?? kita coba ungkap yuks...

Setelah melihat pemberitaan di media cetak maupun elektronik dan searching di internet, saya mendapatkan beberapa alasan mengapa penduduk tetap bertahan dan ingin tetap melanjutkan kehidupan disana setelah bencana letusan gunung merapi walaupun penduduk mengetahui resiko yang mengancam dan membayang-bayangi kehidupan mereka yaitu letusan merapi yang tidak terduga. Hal ini yang membuat saya semakin ingin mengetahui apa yang membuat penduduk lereng merapi tetap ingin tinggal disana.

Kita ulas yuks.....alasan penduduk lereng merapi tetap bertahan disana dan enggan mengungsi. Nah... berikut ini beberapa alasan yang saya peroleh dari berbagai media informasi mengapa penduduk lereng merapi tetap bertahan disana yaitu :

· Limpahan berkah di balik letusan gunung merapi

Kita mengetahui bahwa letusan gunung merapi yang terjadi beberapa minggu yang lalu merupakan bencana bagi Bangsa Indonesia terutama bagi pendukuk lereng merapi dan berbagai kota di sekitarnya, dimana letusan gunung merapi ini telah menelan puluhan korban jiwa, ratusan korban luka-luka, kerugian materi dan trauma psikologis bagi warga yang menjadi korban.

Namun disisi lain beberapa waktu kedepan setelah letusan gunung merapi banyak linpahan berkah yang di peroleh penduduk sekitar lereng merapi yaitu meningkatnya hasil pertambangan disana dan lahan pertanian yang subur, ini merupakan salah satu alasan mengapa penduduk disana tetap bertahan untuk melanjutkan kehidupan disana pasca letusan gunung merapi dan menolak relokasi tempat tinggal karena perekonomian warga sekitar lereng merapi bergantung pada hasil pertanian, perternakan dan pertambangan pasir.

· Masalah kepercayaan penduduk disana yang terkait dengan budaya

Ada sistem kepercayaan dan persepsi Jawa berbeda. Mau tidak mau harus diakui oleh orang Jawa meski sudah berpendidikan, (mereka) percaya adanya Nyi Roro Kidul. Kalau kita berbicara konsep strukturalisme, konsep itu ada dalam alam bawah sadar. Ini bagian dari sistem nilai, yang merupakan ilmu pengetahuan bagaimana beradaptasi dengan Merapi dan bagaimana dengan sesama. Di dalam sistem kepercayaan mereka, ada tempat angker yang tak boleh sembarangan memotong rumput atau menebang pohon.

Sebenarnya ini kearifan ekologi yang dibungkus dalam sistem kepercayaan. Dan saya menemukan bagaimana mereka meramalkan Merapi akan meletus. Mereka mempersonifikasikan Merapi sebagai keraton makhluk halus, termasuk Laut Selatan. Dan itu ada hubungan yang intens dengan Keraton Mataram, yang dibuktikan dengan (tradisi) labuhan. Mereka percaya bahwa kalau (Merapi) meletus, itu bukan kemarahan, tapi hanya membuang kotoran karena ada acara atau sedang membangun keraton. Bersih-bersih atau ada perkawinan antara Selatan dan Utara, maksudnya Laut Selatan dengan Gunung Merapi. Mereka bisa memprediksi Merapi setiap tahun sekali pasti buang kotoran. Mereka tidak pernah bilang batuk.

Ternyata dari sejarah vulkanologi, Merapi (meletus) setiap tahun sekali. Waktu pembentukan Merapi awal pernah istirahat 30 tahun. Tapi sekarang secara periodik setiap tahun dan setiap tahun wawu Jawa (satu windu) Merapi meletus. Ini juga sejalan dengan sejarah Merapi setiap tujuh setengah tahun meletus. Selain kepercayaan, ada istilah sakdumuk saknyari bumi, tak belo pati. Artinya, sejengkal tanah kalau ada yang menghaki (mengklaim) akan dia bela sampai mati. Prinsip itu juga yang di pegang penduduk lereng merapi. Mereka sudah lama turun-temurun beradaptasi di daerah berisiko. Risiko bagi kita, bagi mereka bukan risiko. Justru mereka merasa terancam kalau tinggal di kota lain.

Dua hal tersebut merupakan alasan bagi penduduk lereng merapi untuk tinggal dan melanjutkan kehidupan disana. Melihat alasan tersebut semestinya ada solusi untuk mengurangi resiko yang menimpa warga disana.., emm...ada beberapa antisipasi yang dapat diambil yaitu :

· Gunakan kearifan untuk membangun kehidupan dilereng merapi

· Relokasi penduduk di sekitar puncak Gunung Merapi yang dianggap tidak aman (sekitar 3-5Km dari puncak Merapi)

· Memperbaiki dan memperjelas tanda-tanda serta jalur evakuasi, serta juga menyiapkan assembly point (titik kumpul) yang layak.

· Mengamankan ekonomi penduduk lereng Merapi dengan menyiapkan area peternakan khusus.

Dan menurut saya yang terutama adalah keselarasan dan kearifan warga dalam menghadapi bencana yang terjadi dan berkah yang di dapat.

Gambar korban meninggal akibat tetep bertahan yang engan mengungsi